Minggu, 05 Februari 2012

Buku Catatan




             “Sampul coklat ini nggak rapi banget sih...” gumamku dalam hati. “Kapan mau Sita kembaliin?” Andi bertanya padaku sambil membalikkan badan. “Besok saja ya..” jawabku menunduk dengan mata mengarah ke dalam tas dan membereskan. “Ya sudah”, akhirnya Andi membolehkan.

            “Assalamu’alaikum...?!” sesampai di rumah biasa memang sepi hanya ada mba Ida pembantuku. “Wa’alaikumsalam, non Sita tumben pulang cepet?!”. “Iya nih mba Ida, tadi dosenku rapat jadi mahasiswanya pada dipulangin sebenarnya tanggung masih ada 1 jam mata kuliah lagi.., glek, glek, gleek.. Alhamdulillah, minumannya seger banget nih mba, jus apa nih?!”, duduk di meja makan sambil minum jus kalau pulang kuliah. “Itu bukan jus, tapi tadi liat resep di tabloid yang nyonya beli, minuman cinta”. Terkaget – kaget ku mendengar mba Ida cerita “memangnya ada resep minuman cinta? Saya kira jus jeruk campur mangga, kan saya sudah request kalau ada jeruk mending ditambah buah mangga biar seger, pantesan beda. Kasih tau dong mba Ida resepnya, kan mau bisa buat juga”. “Gampang kok non Sita, ini dari buah jeruk nipis yang diperas trus campur deh sama buah timun yang diserut”, sambil mba Ida menunjukkan cara membuat dan aku juga sangat antusias mencoba, setelah dicoba rasanya memang seger banget. “Makasih mba Ida, bisa buat lagi ya besok kalau aku sudah pulang”, sambil menuju kamar dan membereskan baju dan sepatu yang kupakai. “Iya mba Sita”, mba Ida mengiyakan keinginanku dan juga membereskan gelas dan peralatan yang tadi kami keluarkan.
            Cepat – cepat kuingin menyalin catatan yang minggu lalu tidak sempat ku tulis, biasanya aku pinjam ke Lisa, tapi tumben dah seminggu Lisa nggak masuk dan nggak ada kabar. Sambil melihat isi buku catatan yang kupinjam, sempat berfikir, kenapa dah kuliah masih pake buku trus disampul coklat, tapi yang ini buku sampulnya nggak rapi cuma dilipat dan langsung pakai plastik. Kubenarkan dan kulihat di halaman belakang terlihat ada gambar robot, aneh banget sudah besar dan bukan anak – anak lagi tapi ko’ gambarnya robot. Ku gambar juga disebuah kertas, dan kebetulan gambar robot yang ada di tabloid yang mama beli, sambil senyum – senyum sendiri ku tulis juga kata – kata romantis buat Andi.
            “Andi, sudah semester ke 7 kita selalu bareng. Aku cuma mau sampaikan perasaan yang ada di hati, kalau kamu memang baik dan aku juga mencintaimu, apakah kita bisa lebih serius lagi?”.       
“Mba Ida, mama belum pulang??” nongolin kepala, ternyata mama dan papa sudah ada di ruang tengah. “Kesini Sita, kamu lihat ini hadiah dari mama dan papa” memperlihatkan sebuah notebook dan aku pun berlari menghampiri dan memeluk mereka. “Makasih ma, pa...”. “Sita, semoga skripsi kamu lancar ya.. Mama yang pilih warnanya” papa membisiki kuping kananku. “Iya pa, kebetulan buat cari judul dan referensi buku – bukunya lebih enak langsung ku tulis di notebook yang aku mau ini, makasih ya”. “Iya, tapi ada satu syarat kalau kamu harus punya calon” papa menanyakan satu hal yang aku nggak paham. “Kenapa papa bilang gitu?” aku memjawab dengan pertanyaan.”Papa dan mama mau kalau kamu wisuda harus sudah ada calon suami yang nanti menikah dengan kamu dan mewarisi perusahaan papa ini, dan papa juga ingin cepat – cepat gendong cucu dari kamu”. Kaget ku mendengarnya, “papaaa...” sambil aku mencubit gemas tangan papa dan aku tersenyum juga mengingat surat yang kutulis tadi buat Andi, mama memelukku dan bilang “iya, jangan lama – lama, semangat ya buat nilai skripsi kamu bagus dan kasih hadiah ke mama seorang calon menantu yang kamu pilih”. “Hahaa..”. Kami pun tertawa berbincang apa yang ku harapkan juga.

“Ma, pa, aku berangkat ya..., mba Ida jangan lupa nanti buatin lagi minuman cinta seperti kemarin” kusalimi tangan papa dan mama, “iya, hati – hati ya..”, mama dan papa menyahuti. Lalu ku berangkat melewati jalan besar karena mau beli spidol warna merah dan biru.

“Sita, mana buku catatan metodologi penelitian 2 ku?”, sambil kuserahkan bukunya kuserahkan juga kertas dan 2 spidol yang kubeli tadi. “Makasih ya Ndi, kalau bisa kamu pakai spodol ini buat kasih tandanya”. “Ya ampun Sita kamu baik banget, sama – sama yaa..”. Nggak kusangka Andi cepat banget kasih kertas yang kutulis semalam juga menjawab dan buat aku penasaran, apa karena mumpung masih sepi, cuma ada aku, Andi dan 2 temanku di barisan belakang” mengguman dalam hati. Tapi setelah aku perhatikan, Andi senyum – senyum sendiri. Saat kulihat pilihan di kertas yang aku tulis, malah ada tulisan juga “Sita, kamu nggak pernah tau kalau aku sudah jadian sama Lisa dari semeseter 6, aku minta maaf ya nggak bisa serius dari hubungan kita, kita cuma teman”, seperti nggak percaya aku tutup lagi kertas dan memasukkan ke dalam tas. “Andi jangan ketawa gitu dong, aku kan nggak tau”.
Tidak lama, Lisa pun datang ke kampus dan ikut mata kuliah yang baru mulai. “Kamu dari mana aja Lis? Kutanya sambil ku berikan kartu absen yang dititipkan semua ke saya. “Aku mudik Sita, ke Solo karena nenekku sakit, maaf ya aku nggak bilang kalau nitip absen ke kamu karena alasanku yang buat aku khawatir sama nenek”, “nggak apa – apa kok Lisa, untungnya dosen yang masuk cuma kasih catatan aja, tapi minggu lalu aku juga nggak masuk”. “Oh gitu, aku kira Sita masuk, karena aku mau pinjam catatan minggu lalu, ya sudah sama Andi saja”. “Waaah!! Rasanya hatiku remuk, kenapa Lisa juga sama pinjam buku catatannya ke Andi”, menggumam dalam hati. “Lisa, nanti sebelum pulang aku mau bicara sama kamu di perpus ya?”. “Iya, Sita kita bareng aja, gimana kalau kita ke rumahku?”, Andi juga mendengar saat ku diajak Lisa ke rumahnya. “Iya Lisa, kan bisa sekalian pinjam catatan kuliah pas selama aku masuk ya..”. “Iya ya, hehee...”, berbarengan kami mengiyakan.

“Siang tante..”, kumulai menyapa mama nya Lisa yang akrab kupanggil tante Sasa. “Siang Sita, apa kabar? Gimana kabar mama dan papa kamu?”. “Mereka baik tante, tante Sasa sendiri gimana kabarnya, sehat? Oh iya, gimana kabar nenek Lisa di Solo?”. “Lisa sudah cerita ya seminggu nggak masuk kuliah, iya tante yang bilang nggak usah cerita sama siapa – siapa nanti khawatir kalau Lisa pulang ke Solo dadakan, syukur dah sehat sekarang, neneknya Lisa kan sudah tua, jadi maklum kalau sakit minta anak dan cucunya kumpul, nanti khawatir kalau sudah nggak ada dan kami nggak ada di sana jadi menyesal”. “Iya tante, kalau selama kita masih bisa, diusahakan gimana caranya biar bisa kumpul sama keluarga”. “Tante senang, anak jaman sekarang masih ada yang seperti kamu dan Lisa, minimal masih ada banyak orang yang punya penilaian keeratan kekeluargaan diperlukan apalagi saat – saat berharga, oh iya kamu sudah makan belum?”, tante menawari ku makan siang di rumah yang ruang makannya menyambung di halaman belakang dengan hiasan kolam ikan peliharaan papa Lisa. “Makasih ya tante..”, kamipun makan bersama.
“Sita, kamu masuk duluan di kamar ya.. Aku mau ke luar sebentar beli pulsa”, Lisa membolehkanku tiduran dulu di kamar. Sambil menunggu Lisa kembali, aku coba buka notebook-ku dan kumulai menyalin catatan perkuliahan tadi pagi. Lisa pun kembali ke kamarnya dengan cepat, seperti tidak sabaran ingin dengar cerita dariku, “Ayo dong Sita cerita ke aku, memang ada masalah apa siih? Mungkin aja aku bisa bantu. “Lisa, sebenarnya aku yang mau tanya sama kamu, ceritain dong tentang pacar kamu, curang ya aku nggak pernah tau tapi aku malah jadi diketawain sam..”. “Sama Andi..!! Lisa memotong ceritaku. ”Ya ampun, pantesan tadi Andi aku liat ketawa – ketawa waktu aku masuk ke kelas tadi”. “Ko’ Lisa tau yah?” . “Andi tuh memang sok tau deh cerita siapa pacarku, lagian kalau memang cowok yang waktu dia liat pake baj”. “Lisa, maksudku ceritain tentang Andi”, memotong cerita Lisa. “Tunggu, tunggu... Sita yang kamu tanya apakah Andi pacar aku? Ya udah, aku cerita dulu ya, sudah lama sih 2 bulan yang lalu aku jalan sama cowok yang keren dan cool menurutku, tapi dia sepupu aku yang baru pulang lulus kuliah dari Nanyang Technological University 1 tahun lalu, kebetulan kita jalan dan ketemu sama Andi, pas banget Andi lagi jalan berdua sama pacarnya, sejak itu aku di ledekin, siapa tuuh... Sudah aku jelasin tapi Andi tetep aja nggak percaya”. “Sampe sekarang?” tanyaku. “Iya, trus kenapa kamu bilang minta aku cerita tentang Andi, kamu kan juga sudah tau kalau dia itu punya pacar?”. “Iya, tapi dia bilang pacarnya kamu”. “Haah!! Yang bener aja, kenapa dia jadi bilang gitu, oke Sita, aku yang tanya ke Andi maksudnya apa, jadi besok baru aku kasih tau ke kamu”. “Oh, ya sudah aku pamit pulang dulu ya Lisa, catatanku di pinjam saja, aku sudah selesai menyalinnya tadi”.

“Assalamu’alaikum”, ku mengucapkan salam dan langsung masuk ke kamar. “Wa’alaikumsalam, non ini..”, dengan bingung mba Ida ngetok – ngetok pintu kamarku dan ku buka pintu kamar dengan mengucapkan “makasih mba Ida, minumannya sini aku bawa, biar di kamar aja minumnya”. “Tumben non biasanya cerita dulu apa aja yang terjadi tadi di kampus”, sahut mba Ida dalam hati sambil balik ke dapur. “Nanti aja mba, aku pasti cerita tapi nanti ya..”. “Lho, kok non Sita tau ya kalau saya menggumam dalam hati, ckckck”, mba Ida keheranan.
“Mba Ida, nih gelasnya”. “Udah non biarin aja, nanti biar mba Ida yang ambil ke kamar, kenapa jadi non yang bawa ke dapur”, gelas yang kukasih langsung di cuci mba Ida. Duduk di ruang makan, sambil ingat kalau jawaban surat tadi pagi dari Andi isinya mengecewakan “Sita, kamu nggak pernah tau..”, aku ambil piring saja dan makan malam tanpa menunggu mama dan papa yang sudah SMS mengabari pulang malam dan nggak sempat makan di rumah. “Non mau makan apa, biar mba siapin, malam ini ada lauk ayam bakar atau rendang kesukaan non Sita, mau apa non?”, mba Ida bertanya sambil menyiapkan nasi dan lauknya. “Ngga’ pernah tau..” aku diam tanpa menyadari pertanyaan mba Ida. “Non, non..! Non, nggak tau mau makan ayam atau rendang?”, sambil menggoyangkan bahuku. “Ehh iya mba..!! Maaf aku mau ayam bakar aja yang manis banyakin kecapnya”. Mba Ida jadi tambah bingung, biasanya non Sita suka banget makan rendang yang pedas, tumben kenapa jadi minta ayam bakar yang manis”. Non Sita lagi kenapa sih?! Dari tadi sore habis pulang dari kampus langsung masuk ke kamar, tumben nggak minum dan makan apa nggak lapar?” mba Ida jadi yang tanya duluan. “Oh, maaf ya mba, tadi aku mampir ke rumah Lisa temen kampusku, dan aku sudah makan di rumahnya”, jawabku sambil menyendokkan nasi ke piring. “Oh, saya kira non memang lagi nggak laper, trus non kenapa tadi di kamar bilang mau cerita tapi nanti, kan saya nggak tanya tapi non kok bisa berasumsi seperti itu” dengan santai mba Ida duduk di sebelahku. “Mba Ida, aku ini sedang bingung, jatuh cinta tapi bertepuk sebelah tangan, jadi gimana ya... Kepikiran mulu”. “Non lagi jatuh cinta ya?” tambah mba Ida. “Ah, ngggak juga tuh!”. “Udah non, bilang aja iya, kan saya denger kalau non disuruh dapet calon suami kalau nanti setelah wisuda biar papa non tenang karena ada yang mewarisi perusahaannya, nanti kalau non sudah berkeluarga biasanya punya keturunan dan itu yang papa dan mama non inginkan”. “Iya mba” sahutku, “tapi nggak semudah membalikkan telapak tangan, aku sudah berusaha cari tau gimana perasaan cowok itu ke aku, dulu masih sekolah aku nggak pernah di bolehin pacaran dengan alasan aku harus konsentrasi sekolah, sekarang aku bingung mba Idaa, kalau sudah begini... yaah mba kurang manis nih ayamnya, kecapnya masih ada nggak?”. Lho kok cerita malah tanya kecap”, gumam mba Ida. “Ada non, sebentar tak ambilkan”. “Tadi pagi aku sudah tembak itu cowok” lanjutku. “Waah!! Non kok kenapa jadi non yang nembak cowok?” Sambil memnyerahkan kecap mba Ida yang terlihat lebih dewasa menasehatiku. “Saya kasih tau ya non, kalau kita ini perempuan menunggu ada cowok yang mengatakan kalau dia mencintai kita” sahut mba Ida. “Pantesan mba, aku diketawain sama tuh cowok” ucapku. “Memang non bilang apa?” tanya mba Ida kepadaku. Lalu kuceritakan dan tak lama ku ambil surat yang ku beri tadi pagi ke Andi kutunjukkan ke mba Ida.
“Assalamu’alaikum...” mama dan papa membuka pintu mengagetkan kami. Tidak sempat aku simpan surat ini, lalu mama menghampiri dan bertanya “apa ini Sita, surat dari kampus?”. “Baca saja ma, ini surat yang aku ceritain semalam”. “Oh, mama kira dari kampus” mama duduk di sebelah papa dan mereka tertawa. “Iih, mama dan papa kenapa jadi ketawa, aku kan dah dewasa jadi apa salahnya kalau aku berusaha jujur kalau aku memang suka sama Andi, kan mama dan papa yang nyuruh aku cari calon” ku negdumal dan menuangkan kekecewaanku sama seperti kuungkapkan ke Andi. “Sitaa..a, Sita... Anak papa tersayang, kalau kamu tidak pernah jatuh cinta atau hanya suka sesaat maka kamu tidak akan pernah tau artinya hubungan serius itu seperti apa”. “Sita tau kok pa, kan Sita dah dewasa, aneh saja kenapa Sita dah mulai cinta tapi ternyata Sita tau kabar yang membuat hati Sita bimbang, baru kali ini ngerasainnya” sambil ku duduk diantara mereka kumenceritakan semuanya. “Papa juga pernah muda, gitu juga mama, kalau kita berdua nggak langsung bilang cinta kayak kamu, tapi papa PDKT dulu, papa telp mama setiap hari, entah tanya sudah makan apa belum atau sekedar tanya lagi ngapain, nah dari situ lama kelamaan kami berdua dekat dengan wajar, jalan bareng, makan bareng, nonton bareng trus papa yang nembak mama tapiii... Ada tapinya Sita, kalau kami punya komitmen dan mama yang mengajukan komitmen itu, kata mama “kalau nanti kita ketemu dan masing – masing masih sendiri, kamu boleh bilang suka atau sayang ke aku” ”. “Haah, mama bilang gitu?”tanyaku heran. Papa melanjutkan, “iya, trus papa bilang kalau memang aku adalah orang yang setia, walaupun kamu bersama dengan laki – laki lain maka aku tidak akan cemburu, dan saat itu aku akan tanya baik – baik ke kamu, kamu masih sendiri atau sudah dengan yang lain?” , kamu tau nggak Sita apa yang mama bilang ke papa setelah itu?” tanya papa sambil merangkul kami. “Ya nggak lah pa! Mana aku tau, hehee...” aku tertawa sambil mendengar mama melanjutkan cerita papa. “Mama yang waktu itu jalan bareng sama om Banu sepupu mama, kami ngobrol dan bercanda tiba – tiba dateng papa bawa bunga dan bilang “"aku sayang kamu” , kamipun tertawa mendengar cerita papa dan mama, pengalaman yang seru. “Ternyata untungnya papa diterima sama mama waktu itu, kalau nggak pasti papa sedih kayak aku sekarang ini”. “Hampir Sita, hampiiir saja papa ditolak karena mama langsung bilang, “kenalin, ini sepupu aku Banu” , papa langsung teringat komitmen kami, seperti itu sayang cerita kami bertemu” papa tetap meledekku. “Papa, genit pantesan aku jadi begini, hehee..” sahutku. “Anak siapa dulu dong, papa” mama memelukku dan menyuruhku besok dilanjut lagi, sudah malam besok kamu kuliah, kalau sudah dapet info dari Lisa kabari mama dan papa biar kamu nggak kebablasan seperti itu” mama mencium keningku dan aku masuk membawa surat cinta ini.

“Sita, sini aku kasih tau” Lisa menarik tanganku ke perpustakaan, Lisa tertawa sebelum menceritakan semua tentang Andi. “Sita, kita bertiga sudah 7 semester sama – sama jalan bareng, tapi karena kita sudah sama – sama sibuk karena tugas kuliah kita dan kerjaan sampingannya Andi jadi kamu nggak tau kabar dia sekarang”. “Cepetan Lisa, gimana?” aku sudah nggak sabar mendengar cerita Lisa. “Sita, kamu itu salah pengertian, kalau yang kamu anggap aku pacar Andi, salah. Karena Andi pacarnya memang Lisa tapi bukan Lisa Fajrina namaku, tapi Lisa Oktarini”. “Horee..ee!!” aku sampai lupa loncat – loncat dan teriak kegirangan padahal di perpustakaan nggak boleh berisik dan orang – orang menatapku. “Sita dengerin dulu, walaupun dia bukan Lisa aku, tapi intinya Andi itu sudah punya pacar pantesan dia nolak kamu karena memang ceweknya Andi itu temen sekolahnya waktu SMU, dan mereka ternyata sama – sama satu kantor”. “Yaaah!! Kecewa lagi deh” menyesali kegiranganku. “Sita, kamu jangan frustasi gara – gara Andi doang , lagi pula kamu kan sudah tau gimana dia, memang suka usil ngetawain kelakuan kamu yang masih seperti bocah, dia cuma pesen sama aku sambil menunjukkan kartu ucapan dan sebuah bunga mawar “Sita, anggap ini sebagai permohonan maafku, karena aku sebenernya sayang tapi sebagai teman saja dan bunga mawar yang ku petik di taman rumahku adalah sebagai ucapan terimakasih sudah 7 semester menjadi teman baikku”, nih ambil aja dari seseorang yang sayang sama kamu Sita, oh iya jangan lupa nanti malam ke rumahku lagi ya?” Lisa mengingatkan. “Iya Lisa, makasih sudah mengingatkan, tapiii ada apa ya bukannya kemarin aku sudah ke rumahmu menceritakan semua masalahku?” jawabku.”Bukan, sepupuku mau kenalan sama kamu” sahut Lisa.

“Kenalkan Sita, ini Bintang sepupuku” Lisa menghampiriku dengan seorang laki – laki ke teras depan rumah Lisa.
“Aku Sita teman satu kampusnya Lisa”. “Hai Sita, aku sayang kamu” dan Bintang mencium tanganku dengan romantis.

“Cinta itu terasa sempurna saat hati merasa bahagia”
...Cerpen 4 Februari 2012...


--Diikutsertakan dalam Proyek Antologi Komcin 3 Blogfam - Gradien--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar