Cerita ini mengingatkan kenanganku pada Ramadhan 1426 H, di saat itu alm. Ayahku masih ada.
Ayahku, lahir 20 Januari 1960. Beliau anak pertama dari 6 bersaudara. Seorang Ayah dari 3 orang anak perempuan. Beliau dikenal pintar dan lucu. Ibu yang pernah bercerita, terkesan karena lelucon yang Ayah lontarkan pada saat masih berkenalan. Begitu juga di kalangan teman - temannya. Ayah pencetus perkumpulan arisan alumni SMA seangkatan yang berada di Jakarta, jadi kalau setiap bulan, Ayah selalu menghadiri acara arisan yang diadakan.
Ayah yang baru melanjutkan pendidikan kuliah Sarjana di Fakultas Hukum, Universitas Tujuh Belas Agustus di Tanjung Priok tahun 2003, sudah memasuki semester 6 pada tahun 2005. Niat mulianya untuk meneruskan pendidikan yang beda 1 tahun setelah aku, tahun 2002, ingin sekali yang menghadiri wisudanya nanti adalah kami sekeluarga.
Ayahku seorang pegawai negeri, sejak muda beliau memang sudah merokok. Dan almh. Nenek ( ibu dari ayah ) memang punya riwayat sakit Liver ( kanker hati ), kondisi yang tidak terduga ayahku pada awal tahun 2005 hingga pertengahan masih terlihat bugar dan sehat, bahkan aku ingat saat kami masih masih merayakan pergantian tahun 2004/2005 di luar kota, Puncak, Bogor. Keseharian beliau memang dianggap jarang sakit, dengan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, beliau rela bekerja hingga larut malam bisnis dengan temannya. Ibu di rumah sangat khawatir dengan kondisi ayah, karena kalau terlalu capek pasti akan sakit. Bahkan harus ke luar kota.
Kekhawatiran ibu terhadap Ayah, ternyata terjadi. Ayah yang mulai terlihat tidak fit, merasa di bagian perutnya sakit dan mual. Sesekali mengeluh karena penciumannya terganggu. Sampai kebiasaannya merokok yang sudah dari muda, dihentikan karena membuatnya semakin tersiksa. Semakin lama, hari berlalu beliau memutuskan berobat setelah merasa badannya tidak enak, beliau tidak pernah check up. Jadi setelah memeriksakan di salah satu klinik terdekat dengan rumah, Ayah hanya di duga sakit maag. Semakin hari keadaan Ayah semakin kurang baik, walaupun pada saat itu masih tetap masuk kerja.
Kondisi Ayah yang di haruskan untuk check up, dokter di Rumah
Sakit Persahabatan memvonis Ayah sakit liver stadium 4 dengan kondisi
paru - paru yang juga sakit. Pengobatan tidak hanya saja di Rumah Sakit,
di pengobatan Shinsei pun beliau coba. Walaupun paru - parunya yang
sembuh total, namun tidak kuat untuk obat - obat tradisional, maka
memutuskan di rumah tanpa berobat.
Tahun 2005, tepatnya tanggal 3 Oktober s/d 2 November 2005 bulan Ramadhan yang berkah hadir dalam suasana duka keluarga kami, melihat kondisi Ayah yang masih merasa kuat untuk puasa 1 bulan penuh dan Shalat 5 waktunya rajin sampai Shalat Terawih masih bisa ke Masjid walaupun tanpa Shalat witir. Subhanallah melihat perjuangan beliau. Sampai pada saat akhir Ramadhan, Ayah masih tetap bertahan dan melihat kondisinya masih terlihat kuat untuk shalat Ied bersama, dan setelah kembali ke rumah, kami merasa bersyukur Ayah masih terlihat kuat dan sehat.
25 Januari 2006, aku yang saat itu masih di perjalanan pulang kuliah, mendapatkan SMS dari Ayah, mengabarkan kalau beliau sudah masuk Rumah Sakit Dharmais. Aku sedih mendengar kabar saat itu. Hanya 2 minggu saja aku dapat menjaganya di Rumah Sakit, setelahnya baru ibu yang menjaga Ayah karena aku ada urusan kuliah yang tidak bisa ditinggalkan. Kondisi Ayah makin hari semakin parah dan tindakan terakhir yang dilakukan dokter jalan satu - satunya Ayah di tawarkan untuk kemoterapi. Dokter menyarankan untuk pulang ke rumah, karena lebih baik di rawat di rumah saja.
Tepat seminggu, pada hari Jum'at tanggal 3 Maret 2006, Ayah menghembuskan nafas terakhir. Ayah meninggalkan kami dengan begitu cepatnya. Namun yang kami kagumi, dengan kondisi ibadah beliau di bulan Ramadhan 1426 H adalah kenangan terakhir bagi kami dalam kebersamaan dengan Ayah tercinta.
Ayah...
Kami rindu akan senyummu...
Ya Allah...
Tempatkanlah ia di syurga-Mu...
- Always Love You, Ayah -